Sharing Pengalaman
Karya Para Suster Amalkasih Darah Mulia
Panggilan hidup membiara di zaman ini memang kian menurun. Ada beberapa macam alasan. Namun, Tuhan selalu berkarya dengan cara-Nya yang unik. Meski di tengah perkembangan zaman yang begitu pesat dan tawaran duniawi yang memikat, masih ada orang muda yang tergerak hati untuk menanggapi panggilan Tuhan secara khusus yakni menjadi seorang biarawan/biarawati. Berikut ini adalah sharing pengalaman seorang Frater yang bernama Fr. Mikael Tri Karitasanto kelahiran Purworejo, 28 mei 1992 yang sedang menjalani Tahap Skolastik (Filosofan) tingkat 1 di Driyarkara Jakarta. Ia sangat dekat dengan para suster ADM karena hampir seluruh waktu studinya ia tempuh di Yayasan Pendidikan milik Kongregasi Suster-suster Amalkasih Darah Mulia (ADM). Daripada penasaran, mari kita simak sharing pengalaman Fr. Mikael, SJ.
“Putra” ADM
Ketika bayi, aku dilahirkan di RS. Palang Biru Kutoarjo. Rumah sakit itu merupakan sebuah karya milik para Suster (Biarawati) ADM (Amalkasih Darah Mulia). Aku tidak ingat bagaimana peran para suster ADM ketika aku dilahirkan. Namun menurut cerita, beberapa suster ADM menunjukkan perhatiannya kepadaku dengan menjengukku di rumah sakit ketika aku dilahirkan. “Wah, Mikael sekarang sudah besar. Dulu waktu lahir, saya liat masih kecil.” kata seorang suster kepadaku ketika aku dewasa. Sebetulnya tidak hanya para suster ADM saja yang perhatian dengan menjengukku di rumah sakit ketika aku dilahirkan. Banyak orang melakukan hal yang sama, termasuk para guru SMA Pius Bakti Utama Bayan yang merupakan teman-teman kerja bapak. Perhatian mereka semua dengan menjengukku menjadi bukti bahwa keberadaanku diterima oleh banyak orang. Aku sangat bersyukur mengalami hal itu.
Ya. Bapakku bekerja sebagai guru di SMA Pius Bakti Utama Bayan. Sekolah itu juga merupakan karya pendidikan milik para suster ADM. Bapak bekerja di SMA Pius selama sekitar 10 tahun sebelum akhirnya dipindah untuk membantu mengajar di SMP Pius Bakti Utama Kebumen. Bapak mengabdikan diri dengan mengajar di SMP Pius Bakti Utama Kebumen hingga usia pensiunnya. Dengan demikian, para suster ADM melalui karya pendidikannya telah membantu keluargaku untuk tetap hidup karena bapak menafkahi keluargaku dari gaji yang diterimanya dengan mengajar di sekolah-sekolah milik para suster ADM. Terima kasih, para suster ADM!
Kontribusi para suster ADM dalam hidupku tidak hanya itu saja. Aku merasa kagum ketika melihat kembali sejarah hidupku yang menjalani masa pendidikan sejak TK hingga SMA di sekolah yang merupakan karya para suster ADM. Aku bersekolah di TK Pius Bakti Utama Kutoarjo. Kemudian melanjutkan di SD dan SMP Pius Bakti Utama Kebumen. Lalu menjalani SMA di SMA Pius Bakti Utama Bayan. Andai para suster ADM memiliki universitas, mungkin aku akan kuliah di sana juga. Terima kasih, para suster ADM! Engkau telah mendidikku sejak TK hingga SMA.
Perhatian Personal
Kontribusi para suster ADM dalam hidupku yang sangat besar tentu membuatku menjalin relasi yang dekat dengan mereka. Kedekatanku dengan suster ADM tampak dari sebuah foto yang menunjukkan Mikael Kecil sedang digendong oleh seorang suster ADM di halaman SMA Pius Bakti Utama Bayan di mana bapak dan ibuku berada di samping suster tersebut. Foto tersebut menunjukkan betapa suster itu mengasihi dan menyayangiku.
Ada banyak bukti lain yang menunjukkan bahwa para suster ADM mengasihi dan menyayangiku. Bukti itu tidak hanya melalui foto, namun juga melalui peristiwa-peristiwa yang masih saya ingat hingga saat ini.
Ketika bersekolah, aku sangat jarang membawa uang saku. Hal ini terjadi bukan karena kedua orang tuaku tidak mau memberi uang saku kepadaku, namun karena aku tidak mau membuat repot kedua orang tuaku karena harus memberiku uang saku setiap harinya. Saat itu, aku berpikir bahwa jatah uang sakuku itu dapat membantu bapak dan ibu untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang lebih penting. Agar aku tidak merasa lapar di sekolah, aku selalu sarapan di rumah hingga kenyang sebelum berangkat. Lagipula masakan ibuku di rumah lebih enak daripada makanan yang dijual di kantin sekolah. Selain itu, aku lebih senang menghabiskan jam istirahat sekolah dengan bermain bola bersama teman-temanku daripada makan di kantin. Namun, dalam kondisi tertentu, aku selalu meminta uang secukupnya kepada bapak atau ibu jika aku harus pulang sore karena adanya pelajaran tambahan di sekolah. Uang itu kugunakan untuk membeli makan siang.
Saat kelas 1 SD, Sr. Monika, ADM, wali kelasku, selalu melihat bahwa aku tidak pernah pergi ke kantin sekolah. Aku selalu asyik bermain bersama teman-temanku. Atas dorongan kasih, tiba-tiba Sr. Monika memanggil aku yang sedang asyik bermain.
“Mikael. Nih. Kamu jajan di tempat (kantin) Pak Yos.” Kata Sr. Monika sambil memberi beberapa koin uang kepadaku.
Aku merasa bingung dengan tindakan Sr. Monika kepadaku. Namun tanpa pikir panjang, aku segera berterima kasih kepada Sr. Monika dan berlari ke kantin Pak Yos untuk membeli makanan ringan yang kusuka. Aku merasa senang ketika itu. Terima kasih, Sr. Monika, atas perhatianmu kepadaku.
Ketika kelas 1 SD, aku selalu berangkat dan pulang sekolah bersama bapak naik sepeda. Perjalanan dari rumah ke SD Pius serute dengan SMP Pius tempat bapak mengajar. Setelah mengantarku ke SD, bapak sekalian berangkat ke SMP. Ketika pulang sekolah, aku terlebih dahulu berjalan ke SMP Pius sambil menunggu jam kepulangan bapak yang lebih siang daripada jam kepulanganku. Di SMP Pius, aku biasa menunggu jam kepulangan bapak di ruang guru atau di ruang TU. Di ruang guru, aku menghabiskan waktu tunggu dengan membaca buku-buku ensiklopedia yang ada di lemari belakang meja kerja bapak. Sedangkan di ruang TU, aku menghabiskan waktu tunggu dengan mengerjakan PR sekolah.
Ketika aku sedang mengerjakan PR di ruang TU, Sr. Yuliana, ADM, kepala SMP Pius Bakti Utama Kebumen saat itu, seringkali juga sedang berada di ruangan itu. Selama berada di ruang TU, Sr. Yuliana selalu memperhatikanku.
“Halo, Micecel. Nih, ada lemper buat kamu.” katanya sambil memberiku sebuah lemper.
Sr. Yuliana sering memberiku makanan di ruang TU, berupa lemper, arem-arem, roti, onde-onde, atau makanan lainnya. Selain itu, Sr. Yuliana juga selalu mengecek hasil pengerjaan PR-ku.
“Hitunglah luas petak yang diarsir pada gambar di bawah ini!” kata Sr. Yuliana membaca soal PR matematikaku.
“Kalo seperti ini tinggal dikalikan aja, Mikael. Tiga kali tiga sama dengan sembilan.” kata Sr. Yuliana mengoreksi pekerjaanku sambil memberitahuku cara cepat untuk mengerjakan soal itu.
“Saya belum diajari kali-kalian, Sus.” kataku kepada Sr. Yuliana.
“Ya. Kamu harus terus belajar.” kata Sr. Yuli ana menyemangatiku.
Karena PR-ku selalu dicek oleh Sr. Yuliana, nilai PR-ku di sekolah selalu 100. Aku sangat senang. Terima kasih, Sr. Yuliana, telah membantuku mengerjakan PR. Hehehe…. Terima kasih telah menyemangatiku untuk terus belajar.
Pemenuh Kebutuhan Rohani
Beberapa tahun kemudian, Sr. Yuliana dipindah tugas entah kemana. Sr. Priska, ADM datang menggantikan Sr. Yuliana sebagai kepala SMP PiusBakti Utama Kebumen.
Sr. Priska banyak berperan membantuku untuk terlibat aktif dalam kegiatan menggereja dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Ketika aku kelas 4 SD, Sr. Priska mengajariku untuk bertugas sebagai misdinar. Sr. Priska mengajariku dengan sabar. Meskipun demikian, aku merasa deg-degan setiap kali bertugas sebagai misdinar karena takut melakukan kesalahan. Bayangkan jika seorang misdinar melakukan suatu kesalahan ketika melayani imam di altar. Tentu semua umat yang mengikuti misa akan mengetahui hal itu dan aku akan merasa malu.
Selain dalam hal misdinar, Sr. Priska juga mengajakku untuk aktif mengikuti kegiatan Legio Maria Yunior. Setiap Hari Minggu, pukul 10.00, para anggota Legio Maria Yunior selalu berkumpul di halaman SD Pius Bakti Utama Kebumen untuk mendaraskan doa Salam Maria. Satu kegiatan yang sangat membahagiakanku ketika bergabung dengan komunitas ini adalah berziarah ke Gua Maria Kaliori. Setelah berziarah, kami berwisata ke wahana air Owabong. Lebih tepatnya, berwisata ke Owabong inilah yang paling membuatku bahagia saat itu.
“Mikael, kalau kamu nggak bisa berenang, jangan dekat-dekat kolam yang dalam.” kata Sr. Priska memperingatkanku.
Peringatan yang diberikan Sr. Priska kepadaku merupakan bentuk perhatiannya kepadaku. Dia tidak ingin ada kecelakaan yang menimpa salah satu anggota Legio Maria Yunior, termasuk aku.
Saat SMA, ketika aku kos di rumah Pak Timan, di mana semua penghuni rumah itu beragama Muslim, kecuali aku, jiwaku sebagai orang Katolik terasa kering karena aku tidak memiliki Kitab Suci di kamar kosku. Kekeringan jiwa itu memberanikanku untuk menghubungi Sr. Priska yang saat itu juga tinggal di Kutoarjo.
“Suster, apakah saya boleh pinjam Kitab Suci? Saya tidak punya Kitab Suci di kosan.” kataku kepada Sr. Priska melalui pesan singkat.
“Boleh. Silahkan ambil di susteran.” jawab Sr. Priska.
Ketika aku pergi ke susteran ADM di Kutoarjo, sebuah alkitab Perjanjian Baru berukuran kecil dengan sampul berwarna biru gelap seperti jubah para suster ADM diberikan kepadaku. Dengan demikian, kebutuhan rohaniku selama kos di Kutoarjo tetap terpenuhi karena bantuan Sr. Priska. Sr. Priska telah menjadi sarana bagi Tuhan untuk tetap mendekatkanku denganNya.
Beasiswa Pendidikan
Selain dalam hal rohani, Sr. Priska juga berperan besar dalam pendidikanku. Selama aku bersekolah di SMP Pius Bakti Utama Kebumen, Sr. Priska yang saat itu masih menjabat sebagai kepala sekolah memberiku beasiswa pendidikan secara penuh. Hal itu merupakan bentuk apresiasi Sr. Priska atas prestasiku di bidang akademik. Dengan demikian, orang tuaku sama sekali tidak mengeluarkan biaya untuk pendidikan SMP-ku.
Ketika aku SMA, Sr. Priska juga menjabat sebagai kepala sekolah di SMA Pius Bayan. Beasiswa yang kudapatkan ketika SMP diteruskan lagi oleh Sr. Priska hingga aku lulus SMA karena prestasiku ketika SMP. Betapa banyaknya uang yang dapat dihemat oleh keluargaku karena beasiswa yang kuterima dari Sr. Priska. Lebih dari soal uang, betapa banyaknya kasih yang kuterima dari Sr. Priska. Luar biasa banyak.
Kasih dari Sr. Priska yang kuterima tidak berhenti sampai di situ. Ketika aku kelas 3 SMA, Sr. Priska masih berusaha mencarikanku beasiswa untuk kuliah. Sr. Priska memperkenalkanku dengan Pak Stefanus Handoyo untuk membicarakan beasiswa yang mungkin dapat kuterima untuk kuliah di Filipina. Namun pembicaraan mengenai beasiswa di Filipina terhenti karena ibuku merasa berat jika aku berpisah jauh darinya. Lagipula saat itu aku juga telah memperoleh rahmat berupa beasiswa pendidikan penuh selama 4 tahun di Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Ibu lebih mendukungku untuk kuliah di Yogyakarta, yang lebih dekat dengan Kebumen dibandingkan dengan Filipina. Meski begitu, aku sangat mengapresiasi usaha Sr. Priska yang mencarikanku beasiswa untuk kuliah. Terima kasih, Sr. Priska, atas banyaknya perhatian dan kasih yang kau berikan kepadaku dalam hal pendidikan.
Pendoa
Saat aku SMA, guru BP-ku adalah Sr. Roberta, ADM.
“Mikael, maju ke depan. Ayo, ajak teman-temanmu bernyanyi supaya siang ini mereka tidak mengantuk.” kata Sr. Roberta menyuruhku maju dan berdiri di depan kelas.
“Ah, kenapa aku?” tanyaku dengan kesal dalam hati. Meski begitu, aku tetap menuruti perintah Sr. Roberta.
Lalu aku mulai mengajak teman-teman sekelas untuk bernyanyi sambil melucu. Suasana kelas menjadi hidup dan rasa kantuk yang menyelimuti segera hilang. Kemampuanku dalam melucu dan menjadikan teman-teman sebagai bahan guyonan memang diakui oleh teman-teman sekelasku.
Seperti itulah Sr. Roberta yang sering menyuruhku untuk maju di depan kelas dan membuat suasana kelas menjadi hidup. Ada kalanya aku merasa kesal karena terlalu sering disuruh maju ke depan kelas oleh Sr. Roberta. Terkadang aku menolak permintaannya sambil tetap tertawa. Namun ternyata apa yang dilakukan Sr. Roberta terhadapku membuatku semakin merasa dekat dengannya.
Suatu ketika, Sr. Roberta memanggilku ke ruang BP.
“Mikael, apa cita-citamu?” tanyanya dengan serius.
“Hmmm… Belum tahu, sus. Tapi saya ingin bekerja kantoran dengan memakai jas. Saya tidak tahu pekerjaan apa itu nanti.” jawabku dengan bingung dan tidak meyakinkan.
Sr. Roberta lalu memberiku banyak masukan. Kami mengobrol sekitar setengah jam di ruang BP. Selama itu saya merasakan perhatian penuh dari Sr. Roberta.
“Saya berdoa agar kamu bisa mendengarkan suara hatimu.” kata Sr. Roberta menutup obrolan kami.
Sekitar 8 tahun kemudian, aku kembali bertemu dengan Sr. Roberta di gereja St. Anna Duren Sawit, Jakarta. Ketika itu aku sudah bekerja di Jakarta sebagai karyawan di salah satu perusahaan swasta yang bergerak di bidang kontraktor interior dan tinggal di daerah Palmerah. Aku datang ke Paroki Duren Sawit untuk membantu para frater Jesuit menjaga stand promosi panggilan. Ya. Saat itu aku mulai tertarik untuk menjadi seorang imam Jesuit dan mengikuti program promosi panggilan dari Ordo Serikat Yesus.
Ketika aku sedang mengikuti misa dan akan menerima komuni, aku melihat Sr. Roberta bertugas membagikan komuni di jalur yang lain. Aku merasa terkejut dan senang melihat Sr. Roberta. Ketika misa selesai, aku segera menuju ke stand promosi panggilan milik para suster ADM.
“Sr. Roberta!” sapaku kepada Sr. Roberta dari belakang.
Ketika Sr. Roberta membalikkan badan dan melihatku, dia langsung memelukku dengan erat.
“Kok kamu ada di sini?” tanyanya.
“Saya membantu para frater Jesuit menjaga stand-nya, Sus.” jawabku.
“Kamu……. “ Sr. Roberta tampak terkejut sekaligus senang.
“Ya. Saya sedang ikut prompang SJ, Sus.” kataku sambil tersenyum.
Sr. Roberta lalu memelukku lagi dengan lebih erat dan penuh kasih.
“Kami selalu mendoakanmu.” kata Sr. Roberta sambil tersenyum dan memegang kedua pundakku.
Itulah kekhasan yang kulihat dan kurasakan dari para suster ADM. Mereka selalu mendoakanku. Doa-doa mereka adalah bentuk kasih mereka.
Aku ingat ketika masih SD, ada seorang suster sepuh yang selalu berdiri di dekat gerbang sekolah. Dia adalah almarhum Sr. Klara, ADM. Sr. Klara selalu menyambut dengan hangat para siswa yang datang, termasuk aku. Aku selalu menyalaminya. Ketika hari itu ada ujian, aku selalu memohon doa kepada Sr. Klara.
“Suster, nanti saya mau ulangan matematika. Mohon doanya, ya.” kataku kepada Sr. Klara.
“Ya, Mikael. Nanti saya doakan.” kata Sr. Klara.
****
Aku menyadari bahwa para suster ADM memiliki peran besar dalam hidupku. Selain suster-suster yang kusebutkan tadi, masih banyak suster-suster ADM lainnya yang turut ambil bagian dalam hidupku, seperti Sr. Herwida yang mendampingiku mengolah sejarah hidup; Sr. Vitalis yang menjadi wali kelasku saat kelas 2 SD, sekaligus juga pendamping komuni pertama dan guru agama kelas 3 dan 4 SD; Sr. Elisa yang menjadi guru Biologiku saat SMP; Sr. Yosita yang menjadi kepala SMP Pius Bakti Utama Kebumen menggantikan Sr. Priska saat dipindah ke SMA Pius Bakti Utama Bayan; Sr. Melania dan Sr. Bernadet yang merupakan sahabat saya.
Sesuai dengan namanya, Amalkasih Darah Mulia, para suster ADM terus memberikan karya kasihnya kepadaku. Kasihnya kepadaku terus menetes seperti darah mulia Kristus yang menetes di kayu salib untukku. Terima kasih, para Suster ADM. Kasihmu kepadaku sangat besar.
“Kita saling mendoakan.”
Fr. Mikael Tri Karitasanto
Kategori: Sharing Panggilan