Mengubah Wabah Menjadi Berkah
Kehidupan manusia seperti roda yang berputar. Ada waktu untuk berada di atas, ada pula waktu berada di bawah. Ada pengalaman suka, ada juga pengalaman duka. Semua itu memberi pelajaran yang berharga bagi setiap orang, tergantung dari cara mereka memaknainya.
Beberapa waktu terakhir ini, kita semua dihadapkan pada wabah virus Corona (Covid-19). Pandemi ini sungguh membawa duka dan kecemasan. Rasa duka dan kecemasan seperti ini pernah dialami oleh para rasul Yesus (GS 1), ketika mereka harus kehilangan Sang Guru yang wafat di kayu salib. Mereka kehilangan harapan dan putus asa. Namun, pada waktu yang tepat Yesus bangkit dan memperlihatkan diri kepada mereka.
Wabah ini menuntut kita untuk melakukan social distancing, seperti yang dianjurkan oleh Pak Jokowi (Presiden Indonesia) dan pemerintahannya, serta Bapa Paus dan Para Uskup dalam surat gembalanya. Kita diajak untuk menghindari kegiatan yang menghasilkan kerumunan banyak orang, termasuk juga kegiatan berdoa bersama di rumah ibadah. Mengapa kita menjadi takut dengan penyakit jika kita percaya bahwa Tuhan akan menyembuhkan dan menghilangkan wabah ini? Lalu, bagaimana kita menghadapi wabah ini dalam terang iman
Lewat hasil wawancara terhadap beberapa responden, penulis menyimpulkan bahwa banyak responden yang merasa gelisah akibat situasi pandemi dan rindu terhadap kondisi sebelum pandemi. Kegelisahan itu menyangkut persoalan bidang ekonomi yang berkaitan dengan ketahanan pangan pada bulan-bulan selanjutnya. Salah satu petani salak mengalami tanaman salaknya yang sulit berbuah. Sedikit buah yang dihasilkan hanya dapat dijual dengan harga sangat murah. Usaha rumahan seperti membuat kacang telur berhenti total, karena harga kacang tanah sangat mahal dan proses distribusi menjadi terhambat akibat banyaknya warung-warung yang tutup di bulan puasa. Banyak pihak mengalami kerugian akibat wabah Covid-19. Ada pihak yang mengeluhkan kondisi ini, namun ada pula pihak-pihak yang mampu bersyukur dan memiliki harapan terhadap masa depan yang lebih baik.
Ada pihak yang mengeluhkan kondisi ini, namun ada pula pihak-pihak yang mampu bersyukur dan memiliki harapan terhadap masa depan yang lebih baik.
Lalu, apa yang bisa kita buat untuk meringankan beban saudara-saudari kita? Kami, para suster ADM (Amalkasih Darah Mulia) Komunitas Kotabaru, merasa perlu untuk terlibat dan berbagi berkat. Kami bekerja sama dengan komunitas “Sego Mubeng” (Komunitas Lintas Iman Kotabaru) untuk membagikan nasi bungkus. Setiap hari Selasa dan Kamis, kami menitipkan sekitar 50 bungkus di almari “Kobar Berbagi”. Selain itu, kami juga membagikan sembako untuk karyawan, tukang becak di sekitar susteran, keluarga miskin di sekitar Asrama Putri Seraphine Tukangan (asrama mahasiswi milik suster ADM), dan beberapa umat lingkungan.
Namun, semua dana yang kami wujudkan dalam bentuk sembako dan nasi bungkus tidak sepenuhnya dari komunitas kami saja. Dana tersebut berasal dari uang devosi para suster yang disisihkan setiap hari Jumat saat para suster puasa makan lauk. Selain itu, para suster menjaring relasi dengan para donatur yang ingin berbagi. Di antara mereka, ada yang menyumbang uang, ada juga yang berupa bahan makanan sembako. Dalam hal ini, para suster menjadi perantara rahmat, “pipa rahmat”.
Dengan adanya wabah Covid-19 ini, Allah sedang membuka mata hati kita untuk melihat maksud Allah. Ia “mematahkan” semua rencana umat Katolik yang hebat untuk perayaan Paskah yang lalu. Padahal, semua kepanitiaan sudah mantap dan anggota kor Pekan Suci telah siap. Tiba-tiba semuanya terhenti seakan terasa gagal total.
Kembalilah ke hatimu, kembali ke keluargamu, kembali ke komunitasmu.
Pengalaman ini juga pasti akan dialami oleh umat Muslim yang akan merayakan Hari Raya Idul Fitri. Mereka tidak akan merayakan seperti perayaan yang sudah-sudah. Kali ini mereka merayakan dalam keheningan tanpa ada silaturahmi. Seakan Allah mengatakan, “Bukan itu yang Ku-minta”. Kembalilah ke hatimu, kembali ke keluargamu, kembali ke komunitasmu. Inilah saat latihan mengalahkan diri dengan seribu satu keinginan, yaitu askese. Inilah saatnya bagi kita untuk membuka hati untuk terlibat mengubah wabah ini menjadi berkah dengan melibatkan diri melakukan sesuatu yang bermakna demi keselamatan sesama.
Yogyakarta, 11 Mei 2020
Sr. Fransisca Roswandari Palapawati, ADM
(Komunitas Studi Kotabaru)
Kategori: SERBA-SERBI ADM