PANGGILAN TUHAN ITU MISTERI
Berapa Kali Kucoba Menghindar, Banyak Cara Tuhan Mendekati oleh Sr. Natasya ADM_Yunior Tahun I
Panggilan
yang saya jalani saat ini adalah sesuatu yang tidak pernah saya bayangkan
sebelumnya. Sejak kecil saya bercita-cita menjadi seorang astronot. Hal itu
muncul karena waktu kecil saya bertanya kepada mama tentang benda-benda di
langit (bintang, bulan, dll) dan orang-orang yang pergi kesana disebut
astronot. Keinginan menjadi astronot menjadi impian saya hingga saya duduk di
bangku SMP. Lalu, masuk masa SMA cita-cita saya berubah. Saya sempat ingin
menjadi tentara karena pernah menjadi anggota paskibraka tingkat kota Salatiga.
Tapi juga ingin menjadi seorang perawat. Alasannya saya tertarik merawat orang
sakit dan saya ingin bisa merawat kedua orang tua saya kelak di masa tua
mereka.
Pernahkah saya ingin menjadi suster? Pernah. Waktu libur sekolah, saya bersama dua adik perempuan saya (ada yang SMP dan ada yang masih SD) tinggal di susteran ADM. Bersama suster-suster muda yang ramah, cantik, dan murah senyum membuat saya senang berada disana, apalagi Sr. Angelique ADM (tante saya) juga ikut tidur bersama kami. Ya, karena dulu masih kecil-kecil, muatlah ber-empat satu kamar. Namun, ketika ditanya “apakah ada yang mau jadi suster?”, saya masih malu-malu waktu itu. Tapi, hati kecil saya tergerak. Namun, berjalannya waktu dengan bertambahnya relasi dari berbagai kegiatan sekolah, keinginan menjadi suster itu mulai ‘terkikis’. Masa remaja, dimana mengenal dan tertarik dengan lawan jenis, juga saya alami. Sehingga saya ‘mengurungkan’ niat saya menjadi suster. Tetapi, sepertinya orang tua agak was-was dengan saya karena relasi teman-teman saya. Orang tua hanya berpesan untuk tetap fokus pada studi dan kalaupun ingin membangun hidup berkeluarga kelak, harus mencari yang seiman.
Kemudian semua berubah. Papa saya yang meninggal ketika saya masih kelas 2 SMA. Saya sangat sedih dan kecewa dengan diri sendiri; saya belum menjadi perawat, Papa saya sudah tiada. Keinginan untuk melanjutkan studi, saya tunda melihat dua adik saya masih bersekolah. Lalu, saya sempat mengalami patah hati juga. Saat itu saya menjadi bingung : “saya mau buat apa?”, “saya harus bagaimana?”, “saya mau jadi apa?”. Hingga saya menemukan kertas yang pernah ditulis Papa saya, ketika beliau ikut acara seminar parenting waktu saya SMP. Kertas yang ditulis oleh Papa tentang arti nama saya dan harapannya.
Disitu
tertulis harapan nya :
“Semoga
dapat meraih pendidikan setinggi mungkin untuk pribadi, tapi ingat untuk
kembali kepada Sang Pemberi hidup dengan masuk ordo atau kongregasi yang
mengabdi sesama”
Hati
kecil saya tergerak kembali : “apakah saya menjadi suster saja?”
Kemudian ‘pertanda lain’ muncul. Kala itu saya ikut misa Minggu di Gereja. Lalu, mata saya melihat pemandangan lain; ada suster. Pemandangan yang jarang saya lihat, apalagi ini suster muda bukan yang tua. Mata saya tidak lepas memandang kagum, rasanya hati kecil saya tergerak-terbuka kembali. Ternyata, Mama saya menyadari nya juga. Sehingga selesai misa, Mama menghampiri suster itu dan ngobrol akrab. Saya yang dasarnya pemalu dan pendiam, lebih banyak mendengarkan, memperhatikan, dan hanya tersenyum ketika ditanya. Waktu itu saya sudah mendaftar di salah satu sekolah kesehatan, tapi saya ragu untuk lanjut mengingat dua adik saya masih sekolah. Maka, saya datang kepada Mama saya dan berkata “apakah saya boleh masuk suster?”. Tanggapan yang saya lihat dari Mama saya adalah bahagia. Saya seakan bisa melihat binar pada mata Mama saya dan kebahagiaan karena saya tergerak menjadi suster, dan pernyataan itu saya katakan sendiri.
Pesan
Papa, pertemuan saya dengan suster muda, dan wajah bahagia Mama saya menjadi
motivasi, kekuatan, dan motivasi saya bahwa YA, ini jalan yang saya pilih,
yakni menjadi suster ADM.
Pada
tahun 2019, saya memutuskan untuk masuk biarawati sebagai aspiran (calon
suster). Saya menjalani masa aspiran di Gombong dengan tugas membantu di TK
Pius Bakti Utama Gombong. Saya yang asli nya ‘anak rumahan’; jarang keluar
rumah, agak khawatir dan tidak percaya diri karena harus berhadapan dengan
anak-anak kecil. Bersyukur bahwa berjalannya waktu, saya bisa dekat dengan
mereka, seakan mereka adik dan bahkan seperti anak sendiri. Tapi, apakah itu
membuat panggilan saya berubah? Misalnya ingin membangun hidup berkeluarga?
Tidak. Saya tetap ingin menjadi suster. Dengan menjadi suster, saya bisa
merasakan betapa orangtua dahulu begitu menyayangi dan membesarkan saya dengan
penuh kasih dan perhatian. Kini saya ingin anak-anak itu juga merasakan
pengalaman kasih yang pernah saya dapatkan, bukan hanya satu, dua , tiga anak,
tapi semuanya
Tahun 2020 saya masuk masa postulan bersama lima teman saya : Gaby (Sr. Carla), Merry (Sr. Leonita), Falen (Sr. Theresita), Ima (Sr. Imakulata), dan Yasir (Sr. Diana). Apa kami dari tempat yang sama? Tidak. Kami berasal dari tempat yang berbeda, ada dari Jawa, Timor, Sumba, dan Timor Leste. Namun, itulah Bhineka Tunggal Ika; berbeda-beda tapi tetap satu. Tahun 2021 saya menjalani masa novisiat tahun pertama atau masa kanonik. Disini saya menerima busana biara dan berganti nama menjadi Sr. Natasya. Di masa ini pula saya dilatih hidup doa, hidup bersama dalam komunitas, dan pelajajaran dasar keagamaan.
Tahun 2022 saya menjalani masa novisiat tahun kedua atau masa apostolik. Masa dimana saya mengenal komunitas dan karya yang ada di kongregasi ADM. Kala itu saya ditempatkan di komunitas ADM Bayan dengan tempat karya SD Pius Bakti Utama Kutoarjo. Di komunitas ini saya berlatih untuk bisa berkolaborasi dengan kaum muda karena komunitas ini satu kompleks dengan sekolah (SMA Pius Bakti Utama) dan asrama putra Don Bosco serta asrama putri Stella Divina. Juga di tempat karya, saya berkolaborasi dengan guru, karyawan suster, dan anak-anak SD. Tahun 2023, tepatnya tanggal 1 Juli, saya mengikrakan kaul pertama bersama kelima teman saya dan memasuki masa yuniorat. Sebelum diutus ke tempat perutusan kami, kongregasi memberikan masa neo-yunior selama enam bulan di komunitas ADM Gombong. Setelah masa ini selesai, baru lah kami diutus ke tempat masing-masing. Tahun 2024, di tahun inilah saya menjalani masa yunior tahun pertama dengan perutusan di Rumah Sakit Palang Biru Kutoarjo.
Hal yang saya refleksikan atas pengalaman-pengalaman ini adalah panggilan Tuhan itu misteri. Saya tidak pernah membayangkan bahwa kehilangan Papa, tertundanya studi, dan penolakan cinta membawa saya pada sukacita dan rasa syukur yang lebih besar. Ketika saya harus kehilangan Papa dan jauh dari Mama serta kedua adik saya, Tuhan mempertemukan saya dengan pribadi-pribadi yang menjadi sosok keluarga; ayah, ibu, adik, bahkan kakak.
Saat impian saya menjadi perawat pupus, Tuhan membuat saya bisa mengenal karya-karya lain. Misalnya menjadi guru karena pengalaman saya mendampingi anak-anak TK dan SD. Juga ketika di rumah sakit, ternyata bukan hanya ‘suster’ (perawat RS) seperti yang saya impikan dulu, tapi sekaligus suster biarawati. Saya juga menyadari bahwa cinta itu bukan hanya sebatas suka saling suka, tapi bagaimana mencintai dengan tulus. Mencintai karena diri saya telah menerima banyak cinta dari keluarga dan orang-orang yang mendukung saya, dan dengan menjadi suster saya bisa membalas cinta Tuhan kepada saya.
Jadi,
itulah sharing panggilan saya menjadi suster ADM. Bagaimana denganmu? Semoga
kamu tertarik juga untuk mengikuti Yesus dan berani menjawab “YA” pada
panggilan Tuhan.
Tuhan Yesus memberkati
Kategori: Sharing Panggilan